Rabu, 08 Agustus 2012

- SEJARAH KELAM INDONESIA

Adsense Indonesia

Majalah AsiaWeeks Ungkap Dalang Kerusuhan Mei 1998 (Terjemahan)

12 Mei 1998: Insiden Penembakan Mahasiswa Trisakti.

Menurut investigasi sebulan penuh dari Asiaweeks, Polisi tidak terlibat Insiden Penembakan Mahasiswa Trisakti. Demikian petikannya: “…peluru yg dipakai membunuh empat mahasiwa itu jenis 5,56 mm MU5 yg dilesatkan dari senapan laras Steyr AUG. Padahal, aparat polisi yg diterjunkan utk mengamankan demo Trisakti itu dibekali MU4.

13 Mei 1998: Wiranto Menolak Permintaan Izin Prabowo Menurunkan Unit Pasukan Elite

Adsense Indonesia
Kutipan dari Asiaweeks: “Kerusuhan terus meluas di luaran. Pada pukul 16.00 hingga pukul 17.00 WIB, kata seorang perwira tinggi, Wiranto memerintahkan (kala itu) Pangdam Jaya Mayjen Syafrie Syamsuddin agar mengirim pasukan utk mengontrol aksi kerusuhan yg kian luas itu. Syafrie benar-benar menurunkan pasukannya di jalan-jalan. Namun, ternyata dia tidak memberangkatkan atau menempatkan pasukannya di beberapa wilayah yg sebenarnya sangat membutuhkan. Bahkan, dia tidak memberikan perintah yg jelas kepada pasukannya itu.....Mereka yg bermarkas di wilayah barat di Jakarta diperintahkan pergi mengamankan di wilayah timur, dan sebaliknya. Saat itulah Prabowo mendesak Wiranto agar memberinya izin menurunkan unit pasukan elite cadangan di ibu kota. Tetapi, Wiranto menolak.


14 Mei 1998 : Pertemuan Di Makostrad berdsrkan tulisan wartawan Hanibal Wijayanta

Berikut Kutipannya : “….Sekitar pukul 19.00, Prabowo datang bersama Kaskostrad Mayjen TNI Kivlan Zein dan Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin datang sebentar kemudian pergi lagi…..” Kemudian Prabowo dgn tegas membantah isu friksi dgn Wiranto. "Wiranto itu bos saya, masa saya menentang dia," ujarnya. Ia pun membantah isu keterlibatannya dalam penembakan mahasiswa Trisakti. Saat ditanya Amidhan mengenai dalang kerusuhan, Prabowo hanya berkata, "Kiri." SUMBER


14 Mei 1998: Adanya Perusuh Dari Luar Daerah

Kutipan dari Asia Weeks: “Menurut sumber lain yg juga militer, setelah fajar, perusuh dari Lampung, Sumatera Selatan, dipandu memasuki wilayah ibu kota oleh pasukan Kopassus. Seorang pegawai sipil di markas militer mengatakan, sepekan sebelum kerusuhan meletus, ratusan pemuda Timtim dibawa dan dilatih oleh Kopassus. Mereka dibawa dgn pesawat carteran dari Dili ke Yogyakarta. Dari Yogyakarta, ratusan pemuda Timtim itu dibawa ke Jakarta dgn kereta api. Saat dimintai konfirmasi oleh Asiaweek, maskapai menolak buka suara. Menurut mereka, adlh kebijakan utk tidak membicarakan penerbangan tersebut."

14 Mei 1998 : Jakarta Akhirnya Dijaga Oleh Pasukan Marinir dari Surabaya

Laksamana Arief Kusharyadi berkeliling Jakarta dan tidak melihat adanya pasukan di lapangan. Setelah itu memerintahkan pasukan Marinir dari Surabaya datang utk mengamankan Jakarta. SUMBER


17 Mei 1998 - Prabowo bersumpah bhw dirinya tidak memerintahkan pembunuhan di Trisakti.

Kutipan dari Asia Weeks: “Pukul 10.00 WIB, pada 17 Mei, Prabowo mengunjungi rumah Hery Hartanto, mahasiswa Trisakti yg gugur ditembak pada aksi demo 12 Mei. Ketika orang tua Hery menatapnya, Prabowo mengangkat Alquran ke atas kepalanya dan bersumpah bhw dirinya tidak memerintahkan pembunuhan di Trisakti itu. Ayah almarhum Hery, Sjahrir Muljo Utomo “yg juga seorang purnawirawan AD“ mengaku tak tahu pasti: percaya atau tidak mempercayai sumpah Prabowo itu."

19 Mei 1998 Ribuan Mahasiswa Menduduki Gedung DPR.

20 Mei 1998, Tiga Tuntutan Wiranto Kepada Habibie

Kutipan dari Asia Weeks: “Sore itu, Wiranto menyarankan kepada Soeharto bhw satu-satunya cara konstitusional transfer kekuasaan adlh menyerahkan jabatan presiden itu kepada Wapres Habibie. Wiranto kemudian mengajukan tiga tuntutan kepada Habibie. Yakni, dia tetap sebagai panglima ABRI, lalu Habibie harus komitmen terhadap reformasi, serta jabatan Prabowo harus diganti.

20 Mei 1998 Prabowo dan Habibie bekerja sama membujuk Soeharto agar mundur.

Kutipan dari Asia Weeks: “…dalam pekan genting itu Prabowo dan Habibie bekerja sama membujuk Soeharto agar mundur. Sebagai imbalan, Habibie siap memberi Prabowo jabatan kepala staf Angkatan Darat (KSAD).

21 Mei 1998 09:00 WIB Presiden Soeharto Mengumumkan Lengser kePrabon lewat siaran televisi nasional dan meminta maaf kepada rakyat atas segala kesalahan dan kekurangan.

21 Mei 1998 Hampir Tengah Malam, Prabowo menagih jabatan KSAD yg sudah dijanjikan Habibie setelah dipecat dari jabatan Pangkostrad oleh Habibie.
Kutipan dari Asia Weeks: “Hampir tengah malam setelah pengunduran Soeharto, Prabowo muncul di Istana Kepresidenan dgn pasukan siap tempur. Berbekal pistol otomatis dan beberapa truk pasukan Kostrad yg sudah menanggalkan tanda resimennya, Prabowo menagih jabatan KSAD yg sudah dijanjikan Habibie.

28 Mei 1998 Setelah dipecat dari jabatan Pangkostrad, Prabowo ditugaskan sebagai Komandan Sesko ABRI.

Kutipan dari Asia Weeks: “Pada tanggal 28 Mei, saat Prabowo ditugaskan sebagai pimpinan sekolah tentara di Bandung, ia mengatakan tuduhan laporan bhw ia mencoba kudeta itu adlh "sampah, sampah, sampah."

04 Juli 1998 Wawancara Ita Fatia Nadia, Relawan Kemanusian, dgn Mingguan D&R, no.46, Th.XXIX, 4 Juli 1998.

Adsense IndonesiaKutipan Wawancara: “Setelah Romo Sandy mendapat kiriman granat, saya juga ditelepon suatu malam, Katanya, “Mbak Ita kan sekeretaris II Romo Sandy di Tim Relawan. Apakah tdk cukup dikirimi granat. Apa mau yg lebih dari itu?” Saya mencoba berdialog, karena saya yakin dia punya atasan. Saya minta agar saya dan Romo Sandy bisa dipertemukan dgn atasannya utk berdialog. Saya coba yakinkan kepadanya bhw yg kami lakukan murni dari hati nurani tanpa ambisi politik sedikit pun. Telepon langsung ditutup. ”….. Dari Badan Intelijen ABRI pun datang kemari dua orang. Mereka ingin meminta data dgn alasan utk menepis bhw yg terjadi tidak benar. Mereka menyatakan, bagaimana bisa masyarakat Indonesia melakukan ini semua. Mereka minta agar kegiatan Tim Relawan dihentikan karena berita tsb berdampak jelek di luar negeri.” SUMBER 01; SUMBER 02

16 Sept 1998 : Inpres 26/1998 oleh Habibie yg menghapus penggunaan istilah pribumi dan non-pribumi dlm kehidupan bernegara. SUMBER

28 April 2003: Peluncuran Buku “Bersaksi Di Tengah Badai” setebal 346 hlmn, Wiranto memberikan alasan mengapa tetap bertolak ke Malang saat kerusuhan 14 Mei 1998.

Kutipan di hlmn 32 , "Sebagaimana sudah saya katakan berkali-kali bhw informasi yg benar janganlah diputarbalikkan. Keberangkatan saya sebagai Panglima TNI ke Malang utk timbang terima PPRC adlh atas permintaan Panglima Kostrad Letjen TNI Prabowo sendiri.... Bahkan, saya juga sangat menyayangkan kalau kemudian ada yg mengatakan bhw Letjen Prabowo Subianto yg waktu itu menjadi Panglima Kostrad telah meminta saya membatalkan acara ini dgn cara menelepon saya berkali- kali. Menurut saya, pernyataan yg mengatakan bhw saya ditelepon berkali-kali ini rasanya aneh, sebab setiap telepon yg masuk selalu tercatat di sekretaris pribadi atau ajudan. Kenyataannya, permintaan pembatalan ini tak ada dalam catatan sekretaris pribadi atau ajudan saya...." SUMBER.

30 Sept 2006 : Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen (Purn) Kivlan Zein, Prabowo Sengaja Dikudeta oleh mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto. SUMBER

11 Maret 2009 : PELUNCURAN “Perjalanan Seorang Prajurit PARA KOMANDO”, oleh LetJend (Purn). Sintong Panjaitan bersampul hijau setebal 520 hlmn,di Balai Kartini Jakarta, dgn dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional., antara lain mantan Presiden Abdurahman Wahid, Akbar Tandjung, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. Salah satu kutipan buku itu memperkuat dugaan masyarakat bhw saat itu ABRI terpecah menjadi 2 golongan, Nasionalis dan Ijo (Islam).

Kutipan hlmn 28 sbb:
… Begitu powerfull-nya, Prabowo dapat menggagalkan keputusan rapat Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti). Sempat tercatat Wanjakti memutuskan Mayjen TNI SN Suwisma diangkat sebagai Komandan Jenderal Kopassus, tetapi Prabowo memberikan masukan kepada Soeharto bhw SN Suwisma tidak tepat utk menduduki jabatan itu, karena ia beragama Hindu yg tidak sesuai dgn sebagian besar agama yg dipeluk oleh anggota Kopassus. Akhirnya, pengangkatan Mayjen TNI Suwisma dibatalkan, kemudian diganti oleh Mayjen Muchdi PR…. Menurut Sintong, seandainya pengangkatan Suwisma tidak diintervensi, nasib Muchdi PR tidak seperti sekarang ini.

Kutipan dari buku ”Bersaksi di Tengah Badai” (Wiranto) thn 2003: hlmn 27 ada menyinggung hal tsb : … pada saat saya menjabat Kasad, didsrkan suatu proses yg fair melalui persidangan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) di tingkat Mabes ABRI telah diputuskan pengganti Danjen Kopassus (Mayjen Prabowo Subianto) adlh Brigjen Suwisma (Mayjen TNI SN Suwisma, ketika sebagai Panglima Divisi I Kostrad –pen). Namun keputusan itu sempat gagal, ketika Mayjen Prabowo langsung menghadap Pak Harto utk memberikan masukan lain mengenai calon Danjen Kopassus. Menurutnya, Brigjen Suwisma tidak tepat karena beragama beda dgn mayoritas prajurit Kopassus (ini menurut penjelasan Pak Harto kemudian kepada saya di lain kesempatan). Selanjutnya, secara pribadi diusulkan Mayjen Muchdi PR yg saat itu menjabat sebagai Pangdam di Kalimantan.SUMBER

LAPORAN LENGKAP MAJALAH ASIAWEEKS (Terjemahan) ADA DI BAWAH INI.


 SEPULUH HARI YANG MENGGUNCANG INDONESIA
 "Bangsa yang Besar adalah Bangsa yang Tahu Malu dan Melindungi Segenap Warga Negaranya."

 ASIAWEEK INVESTIGATION 24 Juli 1998

TEN DAYS THAT SHOOK INDONESIA
Sepuluh Hari Yang Mengguncang Indonesia

 MULANYA, 4 PERWIRA POLISI HILANG MISTERIUS

Bulan Mei 1998, sejarah dunia mencatat gejolak di Indonesia. Gejolak yang berujung pada jatuhnya Presiden Soeharto. Aksi kerusuhan massa, penjarahan, dan pemerkosaan juga berlangsung dengan brutal. Reformasi terus bergulir, namun pemicu kerusuhan yang sebenarnya masih bersembunyi di balik debu. Laporan investigasi Susan Berfield dan Dewi Loveard dari Asiaweek mengungkap, kerusuhan itu memang ada yang mendalangi. Keduanya menyimpulkan, kerusuhan itu adalah hasil sebuah aksi yang terencana rapi. Berikut intisarinya.*

SEPULUH hari yang mengoyak Indonesia. Begitu majalah berita terkemuka di Asia itu menyebut huru-hara yang menimpa Indonesia selama Mei lalu. Kisah ini dimulai bergeraknya jarum jam pada 12 Mei. Jarum jam itu berhenti ketika 4 mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta, ditembak mati oleh oknum aparat keamanan.*

Dalam tempo 24 jam, insiden penembakan itu membakar amarah massa. Di tengah situasi itu pula, sebuah program anti-Cina dilancarkan. Api pun melahap Jakarta. Warga keturunan Tionghoa berlarian meninggalkan ibu kota. Jakarta tidak ubahnya sebuah zona perang. Ujung-ujungnya, Presiden Soeharto pun dipaksa mundur. Tetapi, arah nasib bangsa ini pun belum jelas.*

Sampai detik terjadinya kerusuhan batu merajam bangunan mewah dan api melahap mobil-mobil, rakyat semula banyak mengira itu sebuah spontanitas massa. Massa yang marah terhadap penguasa yang terlalu lama memerintah. Tetapi, apakah bangsa ini sudah sedemikian brutal?*

Sejarah Indonesia memang beberapa kali mencatat noda hitam aksi kekerasan. Namun, siapa penggeraknya, hampir tidak pernah diidentifikasi secara jelas. Itulah sosok-sosok pemimpin bayangan. Siapa mereka, tidak seorang pun berani membuka mulut. Sebab, mereka adalah orang-orang superkuat, yang hukum pun seolah anti menjamahnya.*

Kali ini, insiden Trisakti itu memberikan gambaran riil. Dua orang oknum polisi diajukan ke pengadilan militer sebagai pesakitan. Tetapi, benarkah mereka pelakunya? Jujur saja, sebagian rakyat Indonesia percaya bahwa para terdakwa itu hanya kambing hitam. Pengadilan militer itu hanya bagian sebuah upaya melindungi kepentingan militer yang lebih besar.*

Hasil investigasi sebulan penuh Asiaweek termasuk wawancara dengan beberapa perwira militer, pengacara, aktivis hak asasi manusia (HAM), para korban, dan saksi mata menyimpulkan, penembakan Trisakti, kerusuhan, penjarahan, dan aksi pemerkosaan terhadap para wanita Tionghoa benar-benar sudah direncanakan.*

Di antara bukti yang didapat selama investigasi itu adalah hilangnya empat perwira polisi lengkap dengan seragamnya beberapa hari sebelum penembakan itu terjadi. Lagi pula, peluru yang diambil dari tubuh korban Trisakti itu bukanlah peluru resmi milik kepolisian.*

Belum cukup di situ. Bukti lain menyatakan bahwa dua orang lelaki, yang kini dalam persembunyian, mengakui bahwa mereka sengaja direkrut untuk memancing kerusuhan. Bahkan, sumber-sumber militer mengatakan bahwa untuk kali pertama mereka berhasil menyadap arus komunikasi beberapa markas AD di Jakarta dengan kelompok-kelompok provokator pada 14 Mei lalu.*

Pertanyaannya, bila kerusuhan itu sengaja digerakkan, tentu pasti ada dalangnya. Identitas si dalang ini memang tidak pernah gamblang. Namun, salah seorang yang disebut-sebut terkait dengan serangkaian aksi kerusuhan itu adalah menantu Soeharto, Letjen TNI Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat Pangkostrad. Bahkan, beberapa kalangan menilai, keterlibatan Prabowo itu sudah kelewat jelas.*Namun, Fadli Zon ,aktivis muslim yang dekat dengan Prabowo, menilai, sang letjen itu hanyalah korban pembunuhan karakter.


Beberapa hari setelah kerusuhan itu, Prabowo menyangkal terlibat dalam kerusuhan itu. Lewat perantaranya, Juni lalu dia menyatakan siap diwawancarai Asiaweek. Tetapi, sampai kini janji wawancara itu belum pernah terwujud.*

Mengapa harus Prabowo? Banyak alasan yang mendukung tudingan itu. Prabowo sudah luas dikenal sebagai sosok ambisius. Dia memiliki berbagai sarana untuk menyulut kerusuhan itu. Dengan posisinya, dia juga mampu memerintahkan beberapa pemuda yang tak berdaya melawan perintah, termasuk beberapa oknum dari organisasi paramiliter yang dikenal jago menyulut kerusuhan.*

Para preman, gangster, oknum paramiliter, dan beberapa perkumpulan pemuda melaksanakan saja apa yang dia perintahkan. Beberapa di antaranya, seperti Pemuda Pancasila, memang sudah mapan. Sumber-sumber militer mencurigai bahwa keterlibatan organisasi lain dalam kerusuhan di Jakarta itu tidak lebih dari sebuah jaringan lokal yang dikepalai para preman yang direkrut dari berbagai provinsi untuk mengacau ibu kota.*

Prabowo terobsesi keyakinannya bahwa satu-satunya cara bisa memerintah Indonesia adalah dengan tipu muslihat militer. Dengan cara itu, dia yakin bisa meraih kekuasaan seperti mertuanya meraih kekuasaan dari Soekarno, ujar salah seorang perwira militer senior.*Dia menjelaskan, Prabowo sengaja menciptakan kerusuhan itu dengan harapan rivalnya, (saat itu) KSAD Jenderal TNI Wiranto, tidak mampu memulihkan keadaan.


Harapan Prabowo adalah Soeharto, yang ketika kerusuhan terjadi berada di Mesir, memberlakukan undang-undang darurat. Sebagai panglima Kostrad, satuan inti siap tempur, Prabowo sangat yakin dialah yang bisa mengendalikan situasi. Inilah teorinya.*

Teori lain mengatakan, Prabowo sengaja menciptakan kerusuhan itu untuk menarik simpati Soeharto bahwa Prabowo mampu mengendalikan situasi yang tidak menentu. Tetapi, apa yang terjadi kemudian?*Prabowo kehilangan pelindung sekaligus komandonya.

Negara Indonesia menanggung kerugian yang jauh lebih besar. Setidaknya 1.188 orang tewas, sekitar 468 wanita diperkosa, 40 mal dan 2.470 toko ludes dimakan api, serta tidak kurang dari 1.119 mobil dibakar atau dirusak.
Spoiler for Kerusuhan Mei 1998:


Bagaimana sebenarnya peristiwa pilu ini terjadi? Mari kita telusuri sepuluh hari yang mencekam dan mengguncang ibu kota itu.*


__________________________________________________ ______________
DEMO TERBESAR MAHASISWA TRISAKTI


12 MEI: Sekitar pukul 10.30 WIB, mahasiswa mulai berkumpul di pelataran parkir di luar kampus Universitas Trisakti yang megah dengan bentuk M berlantai dua belas itu. Ini merupakan demo terbesar pertama yang dilaksanakan Trisakti. Mahasiswa yang ikut pun berasal dari bermacam golongan dan strata sosial. Ada anak-anak birokrat, pengusaha, diplomat, dan bahkan anak orang militer.*

Areal parkir, biasanya dipenuhi Kijang, Toyota, dan Peugeot, siang yang panas itu benar-benar dijejali mahasiswa yang protes. Beberapa saat sebelum jarum jam menunjukkan pukul 11.00 WIB, bendera Merah Putih dikerek setengah tiang. Sementara itu, mahasiswa dan dosen menyanyikan lagu kebangsaan. Lalu, mereka mengheningkan cipta sesaat sebelum akhirnya berteriak meminta Soeharto mundur.*

Pada pukul 12.30 WIB, sekitar 6.000 mahasiwa bergerak menuju jalan raya di sekitar kampus. Mereka bertekad melakukan long march menuju gedung DPR/MPR. Tiga wakil Trisakti –Dekan Fakultas Hukum Adi Andoyo Sutjipto, Kepala Satpam Kampus Arri Gunarsa, dan Ketua Senat Mahasiwa Julianto Hendro–melakukan negosiasi dengan aparat keamanan. Saat itu jarum jam sudah mendekati pukul 13.00 WIB.*

Spoiler for Andi Andojo:


Perwakilan Trisakti itu meminta aparat mengizinkan mereka berjalan ke gedung wakil rakyat sejauh 5 km. Tetapi, permintaan itu tidak dikabulkan. Mahasiwa kecewa dan duduk-duduk sambil terus beraksi di jalanan. Julianto mengungkapkan penyesalannya karena keinginan bertemu wakil rakyat itu tidak terkabul.*

Aksi mahasiswa masih bertahan. Orasi, lagu kebangsaan, dan pekik protes terus berlangsung meski hujan mengguyur. Beberapa demonstran malah dengan akrab meletakkan bunga di pelatuk senapan para polisi yang berdinas. Sampai akhirnya terdengarlah kabar dari Golkar, kelompok yang merajai di DPR, bahwa tidak seorang pun sanggup menerima mereka. Berdiri tegak di tengah polisi dan rekan-rekannya, Julianto menyeru kepada mahasiswa yang kecewa. Meski kecewa, janganlah menyulut aksi kekerasan.

SITUASI Trisakti pada 12 Mei sore memang tampak tenang. Setelah gagal menuju gedung DPR/MPR, mahasiswa yang kecewa siap tidak menyulut aksi keributan. Pukul 15.00 WIB, Adi Andoyo kembali ke kantornya. Setengah jam kemudian, asistennya menelepon bahwa polisi mengancam akan memakai kekuatan bila 200 lebih mahasiswa itu masih di jalanan menggelar aksi dan tidak mau kembali ke kampus.*

Pukul 16.15, kesepakatan pun tercapai. Mahasiswa dan polisi perlahan-lahan meninggalkan garis batas lima meter. Sebagian besar mahasiswa kembali ke kampus. Yang lain masih rileks di jalanan atau berkerumun di sekitar penjaja makanan yang ada di tepi jalan. Ketua Senat Julianto Hendro tampak menenggak air kemasan.



 INSIDEN TRISAKTI 12 MEI 1998
Beberapa personel polisi juga memanfaatkan waktu dengan melepas ketegangan itu. Semuanya tampak tenang. Dan, Adi Andojo pun bertolak pulang. Seperempat jam kemudian, 16.30 WIB, seorang lelaki yang berdiri di tengah kerumunan mahasiswa berteriak agar para mahasiswa menghentikan protes.

Mahasiswa meneriaki lelaki itu sebagai agen intelijen dan mulai menggebukinya ketika dia berusaha lari sejauh 50 meter menuju garis polisi. Baru kemudian diketahui bahwa lelaki itu bernama Masud, mahasiwa Trisakti yang drop-out. Polisi maupun militer tidak mengklaim Masud adalah orangnya.

Karena Masud, suasana menjadi tegang kembali. Namun, Kepala Satpam Trisakti Arri Gunarsa dan Julianto mengingatkan rekan-rekannya agar tetap tenang dan kembali ke kampus. Pada pukul 16.45 WIB, seorang letkol polisi menghentikan perundingan. Mahasiswa diberi deadline 15 menit agar meninggalkan jalan raya. Sekitar 100 mahasiswa menolak seruan itu dan tetap berdiri di depan barikade polisi.

Menurut Julianto, tiga atau empat polisi berusaha menghalau mereka agar mundur. Memang, mahasiswa berusaha terus merangsek, meski tidak sampai melewati garis batas mereka sendiri. Polisi mengklaim mahasiswa kemudian menyulut kericuhan. Tetapi, para saksi mata mengatakan bahwa suasana sebenarnya mulai tenang.

Sekitar pukul 17.20 WIB, seseorang meletupkan senjata ke udara. Polisi pun membalas dengan melepaskan tembakan gas air mata, memukulkan tongkatnya, dan menembakkan senjata. Mahasiwa berlarian berlindung di gedung-gedung sekitarnya dan di bawah payung penjaja minuman di pinggir jalan. Tetapi, polisi terus memburu mahasiswa hingga ke pintu gerbang kampus. Cukup sampai di pintu gerbang itu saja. Tetapi, peluru-peluru terus melesat. Sebutir peluru karet menghantam punggung Julianto yang saat itu sudah di depan kantor senat.


Spoiler for Aparat Keamanan:


Menghadapi keadaan itu, dari dalam kampus, mahasiwa membalas dengan melemparkan botol dan batu ke arah polisi. Saat itu, mahasiwa yakin benar bahwa peluru yang diberondongkan kepada mereka adalah peluru karet. Mereka yakin bahwa polisi dan tentara pasti mengikuti prosedur dalam menangani aksi-aksi demonstrasi.

Itu terlihat jelas dalam satuan-satuan yang diturunkan untuk mengamankan aksi di Trisakti ini. Seperti pemakaian empat lapis kekuatan: polisi di depan dengan tameng, pelindung tubuh, dan pentungan; lapis kedua adalah polisi yang bersenjatakan gas air mata dan senapan stun (yang bisa membuat korban cuma pingsan); lapis ketiga adalah tentara dengan gas air mata dan senapan berpeluru karet; serta lapis keempat terdiri atas satuan khusus polisi dan tentara bersepeda motor yang bersenjatakan senapan air.

Pada hari itu, dua komandan polisi kemudian bersaksi bahwa personel sama sekali tidak memakai amunisi hidup, tetapi mereka membawa senapan laras Steyr AUG dan SS-1 yang diisi dengan peluru kosong dan 12 peluru karet, plus SS-1 yang masing-masing diisi lima gas kanister. Namun, "seseorang" benar-benar memakai peluru nyata.

Beberapa saksi mata mengatakan, polisi berkendaraan sepeda motor melesat di atas jembatan layang yang membentang paralel antara kampus Trisakti dan jalan tol. Mereka mengenakan seragam polisi Brigade Mobil (Brimob). Kemudian, kedua perwira militer mengatakan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahwa sepekan sebelum demonstrasi itu, empat anggota unit Brimob raib bersama seragamnya.

Siapa pun para lelaki di jembatan layang itu, mereka benar-benar jitu membidikkan peluru nyatanya. Pukul 17.30 hingga pukul 18.00 WIB, empat mahasiswa gugur tertembus peluru di kepala, leher, dada, dan punggung.

Sementara itu, sebagian besar korban luka masih berhadapan dengan polisi. Mereka berusaha membuka barikade dengan melempari polisi dengan batu. Korban gugur pertama Hendriawan Sie, 20 tahun, kemudian dilarikan Arri secepatnya ke RS Sumber Waras yang terdekat. Sayang, nyawa Hendriawan yang lehernya tertembus peluru saat berada di balik pintu gerbang kampus itu tidak tertolong. Darah terus mengucur dari lehernya. Dalam perjalanan menuju kampus itulah, dia gugur.

Elang Mulya Lesmana, 19 tahun, ditembak di dada dan langsung tewas di kampus. Hafidhin Royan, 21 tahun, ditembak di kepala dan meninggal di rumah sakit. Lalu, Hery Hartanto, 21 tahun, ditembak di punggung ketika dia berhenti berlari untuk membersihkan perih di matanya yang terkena gas. Dia meninggal di kampus itu.

Spoiler for Pahlawan Reformasi:


Menurut kepolisian dan seorang sumber yang dekat dengan militer, peluru yang dipakai membunuh empat mahasiwa itu jenis 5,56 mm MU5 yang dilesatkan dari senapan laras Steyr AUG. Padahal, aparat polisi yang diterjunkan untuk mengamankan demo Trisakti itu dibekali MU4.*

Spoiler for Break Sejenak:


Hasil yang menguatkan polisi tidak terlibat dalam insiden pembunuhan itu tidak lain berupa bukti peluru yang diambil dari jasad Hery pada 7 Juni lalu. Satu-satunya bukti kuat bahwa polisi memang tidak terlibat.

Empat nyawa sudah melayang. Tetapi, mahasiwa masih mendengar tembakan sporadis pada pukul 18.00 hingga pukul 19.00 WIB. Beberapa saat kemudian, korban terakhir bernama Sofyan Rachman ambruk ke tanah. Hingga sekarang, Sofyan masih berada dalam perawatan intensif untuk memulihan luka di dada yang juga menggores ginjalnya.

Pukul 20.00 WIB, Intan, mahasiswi fakultas hukum, keluar dari kampus dengan mengenakan pakaian putih. Dia berteriak kepada polisi bahwa orang-orang di dalam kampus butuh pertolongan medis. Setelah itu, tembakan pun berhenti. Seketika itu pula, 35 orang terluka dilarikan ke rumah sakit, meski sebelumnya polisi menolak memberikan jaminan keamanan ambulans yang membawa para korban itu.*

Selain itu, kata Arri, komandan polisi telah memberi tahu dia bahwa luka-luka mahasiswa tersebut tidak mengancam nyawa. Sebab, peluru yang dipakai terbuat dari karet.

Beberapa saat setelah penembakan Trisakti itu, kawasan etnis Tionghoa di Sunter dalam keadaan siaga. Malam itu, Imam Suyitno warga sipil yang sudah dilatih meminta bala bantuan tentara dalam keadaan darurat diperintahkan mengorganisasi pemantauan keamanan. Dia berdiri mengawasi keadaan di pintu gerbang pusat perbelanjaan di kawasan itu bersama rekan-rekannya.

Malam itu, mereka melihat sebuah truk AD yang berhenti di belakang supermarket. Sekitar 20 orang lelaki berpenampilan serem (garang) turun dari truk itu. Tetapi, kata Imam, sebelum turun, wajah-wajah sangar itu menerima sesuatu dari seorang lelaki. Lelaki ini kemudian lenyap ditelan kegelapan malam.

13 MEI: Pukul 09.15 WIB, ribuan mahasiswa menghadiri upacara belasungkawa di Trisakti. Sebuah tenda plastik bernoda darah berdiri di atas jalan setapak dekat Gedung M. Bendera berkibar setengah tiang. Di sana hampir semua tokoh pengkritik pemerintah hadir memberikan orasi. Kaum selebriti politik Indonesia mengatakan, era baru segera datang. Setelah itu, kata saksi mata, keadaan berubah cepat.*

Spoiler for Suasana Berkabung:
]


Kerumunan massa yang ditolak masuk dan semula di depan pintu gerbang kampus kini mulai meruah dan melakukan keributan di jalanan. Mencium gelagat brutal itu, mahasiswa yang di lingkungan kampus bertekat tidak akan beranjak keluar menuruti seruan bergabung massa di luar. Massa pun mulai kalap. Mereka menghitamarangkan mobil-mobil yang diparkir dekat Mal Citraland. Dua boks gerbang pembayaran tol disulut api. Kerusuhan meluas di wilayah Jakarta Barat, lalu terus meluas.

Ketika asap membumbung dari bangunan-bangunan Jakarta, pengacara kesohor Adnan Buyung Nasution dan Ketua YLBHI Bambang Widjoyanto menemui Prabowo di markas Kostrad. Mereka bicara selama 30 menit. Di hadapan Prabowo, Buyung dan Bambang menanyakan keterlibatan menantu Soeharto itu dalam insiden penculikan beberapa aktivis politik.*

Spoiler for Pengacara Adnan Buyung Nasution dan Ketua YLBHI Bambang Widjoyanto:


Buyung dan Bambang merasa perlu menanyakan hal itu didasari pikiran bahwa adanya konflik antara Prabowo dan Wiranto. Di hadapan dua praktisi hukum senior itu, Prabowo bersumpah tidak tahu-menahu soal penculikan para aktivis tersebut. Prabowo juga menolak dugaan bahwa dia berseteru dengan Wiranto.

Kerusuhan terus meluas di luaran. Pada pukul 16.00 hingga pukul 17.00 WIB, kata seorang perwira tinggi, Wiranto memerintahkan (kala itu) Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin agar mengirim pasukan untuk mengontrol aksi kerusuhan yang kian luas itu. Sjafrie benar-benar menurunkan pasukannya di jalan-jalan. Namun, ternyata dia tidak memberangkatkan atau menempatkan pasukannya di beberapa wilayah yang sebenarnya sangat membutuhkan. Bahkan, dia tidak memberikan perintah yang jelas kepada pasukannya itu.

Spoiler for Kerusuhan:


Menurut sumber perwira tinggi itu, Sjafrie malah membuat pasukannya bingung. Mereka yang bermarkas di wilayah barat di Jakarta diperintahkan pergi mengamankan di wilayah timur, dan sebaliknya. Saat itulah Prabowo mendesak Wiranto agar memberinya izin menurunkan unit pasukan elite cadangan di ibu kota. Tetapi, Wiranto menolak.

Spoiler for Sjafrie Syamsoeddin:


Sekitar pukul 19.00 WIB, Wiranto melakukan inspeksi dengan Sjafrie. Saat itulah, Wiranto merasa tidak cocok terhadap tindakan yang dilakukan Sjafrie. Karena itu, Wiranto kemudian meminta Pangdam Diponegoro mengirim pasukan ke Jakarta.



SUSI DISELAMATKAN OLEH WARGA JAKARTA YANG TIDAK DIKENAL
Padahal, perjalanan menuju Jakarta butuh waktu sehari penuh. Prabowo dan perwira-perwira yang loyal kepadanya, seperti Syafrie, masih bisa mengontrol sebagian besar wilayah Jakarta sebelum kehadiran pasukan dari Jawa Tengah. Sumber-sumber intern mengatakan, Wiranto memang sengaja tidak menurunkan sejumlah pasukan yang loyal kepadanya karena cemas akan terjadi bentrokan bersenjata dengan pasukan Prabowo.*

Kerusuhan di Jakarta pada 13 Mei 1998 itu benar-benar mencekam. Pengendalian huru-hara itu pun terkesan tidak terpadu sehingga membuka pintu bagi aksi-aksi lain di wilayah ibu kota. Jakarta merana, merah padam disulut api oleh orang-orang kalap. Di tengah kegerahan inilah, beberapa WNI Tionghoa meronta karena diperlakukan tidak manusiawi.

PUKUL 18.30 WIB: Susi, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di kawasan Jakarta Pusat, berniat pulang. Seperti biasa, Susi menumpang sebuah bus dengan rute yang melintasi Citraland dan Universitas Trisakti. Ketika bus sampai di Mal Citraland, puluhan massa mengepung dan memaksa sopir menghentikan busnya. Massa meneriaki seluruh penumpang agar turun. Bila tidak mau, mereka pun siap membakar bus itu.

Akhirnya, sekitar 50 penumpang bus tersebut turun juga. Tetapi, massa yang kalap itu masih juga membakar bus tersebut. Tidak ada cara lain bagi Susi kecuali pulang dengan berjalan kaki. Dicekam ketakutan, langkah mahasiswi keturunan Cina ini kian cepat. Seolah dia dikejar seseorang. Menyusuri kegelapan malam, tidak ada lentera kecuali nyala dan jilat api mobil serta sepeda motor yang dibakar di jalan.

Kerumunan massa semakin brutal. Jumlah mereka sudah mencapai ratusan. Seolah berpesta, mereka membabi-buta melakukan perusakan. Sedangkan ratusan lainnya menatap di pinggir jalan. Seorang lelaki tak bersenjata berusaha merampok Susi. Namun, mahasiswi ini berusaha bertahan untuk tidak menyerahkan dompetnya.

Susi berlari kencang. Lelaki yang bermaksud jahat itu pun mengejarnya. Ketika lelaki itu mendekat, Susi berusaha mencari perlindungan dengan merangkul seorang lelaki yang dekat dengannya. Lelaki itu bernama Wahyu. Wahyu mengaku tak mampu memberikan perlindungan kepada Susi. Dengan demikian, lelaki jahat itu pun dengan gampang meminta uang Susi.

Susi bersumpah hanya punya uang Rp 10 ribu. Menurut Susi, uang sejumlah itu pun diambil oleh lelaki tadi. Malahan, dia masih mengumpat Susi dengan kata-kata, "Gadis Cina edan".

Wahyu memikirkan cara bagaimana menyelamatkan Susi. Akhirnya, dia memberikan topinya kepada Susi. Mahasiswi ini kemudian menutupi raut wajahnya dengan topi itu sesuai dengan saran Wahyu.*

Karena sama-sama satu arah, Wahyu dan Susi berjalan bersama. Di perjalanan, Susi mengatakan melihat sebuah mobil dibakar bersama penumpangnya. Dia juga mendengar pekikan "Enyahkan Cina." Di seberang jalan, dia malah menatap gadis-gadis yang sudah ditelanjangi. Orang berusaha melihat, tetapi Susi berusaha tak acuh.

Sekitar pukul 21.00 WIB, Susi dan Wahyu berhasil meninggalkan jalan yang mencekam tadi. Mereka kemudian berhenti di sebuah kedai teh. Anak lelaki pemilik kedai datang. Dia baru saja melihat kerusuhan di jalan. Anak pemilik kedai ini mengatakan bahwa mereka (massa) sudah melakukan perbuatan yang mengerikan bagi warga keturunan Tionghoa.

Spoiler for Kerusuhan Mei 1998:


Suami-istri pemilik kedai teh itu menawarkan inapan. Susi pun tak bisa menampik. Pagi-pagi sekali, mereka menghubungi seorang temannya untuk mengantarkan Susi pulang. Sebelum pulang, suami-istri itu menyodorkan jilbab agar Susi mau memakainya. Tetapi, Susi lebih suka memakai topi pemberian Wahyu. Ketika jarum jam siap menyentuh 09.30 WIB (14 Mei), Susi tiba dengan selamat di rumah.

Tetapi, dia tidak lagi bisa menyaksikan pemandangan yang serupa dengan pemandangan saat dia berangkat ke kampus sehari sebelumnya. Soalnya, toko-toko yang ada di sekitarnya sudah jadi arang. Toko-toko yang ditempeli tulisan "Milik Muslim" di pintu maupun pintu gerbang umumnya selamat. Namun, ibu Susi yang membuka toko kosmetik tidak mau memasang tulisan itu. Sepekan setelah peristiwa itu, warga di lingkungan Susi tinggal mengorganisasikan pengamanan bersama setiap malam. Masing-masing orang melengkapi diri dengan alat pengaman, dari stik golf sampai pedang samurai.

Hampir bersamaan dengan waktu Susi meninggalkan kampus tadi, seorang pengusaha keturunan Cina tiba di rumahnya di Jembatan Lima, kawasan yang didominasi etnis Cina. Istri pengusaha itulah yang meminta sang suami secepatnya pulang. Sang istri itu merasa ngeri melihat kerumunan orang yang tidak dia kenal dan berteriak di jalanan sambil membawa batu.

Ipar lelaki pengusaha itu mengaku melihat sekitar lima orang berpenampilan serem melempar jendela-jendela bangunan dengan batu untuk menarik perhatian. Ketika gelombang massa mulai berdatangan dari kampung sekitarnya, kelima orang berpenampilan garang itu mempengaruhi massa agar masuk sebuah gudang air mineral. Massa diserukan agar mengambil apa saja yang mereka suka, lalu bakar benda-benda yang tidak bisa dibawa.

Lalu, kelima orang tadi berteriak, "Mari kita serbu tempat lain!" Dan, massa yang kesetanan itu pun pergi. Malam itu juga bank di wilayah itu dirusak, mobil-mobil dibakar, dan sebuah toko emas habis dikuras. Sebuah pasar makanan juga dihancurkan. Warga menelepon pos polisi dan militer untuk meminta bantuan. Tapi, tak seorang pun menjawab panggilan telepon itu.

Menjelang tengah malam, ujar seorang relawan kemanusiaan bernama Karyo, seorang godfather memberikan perintah kepada sekumpulan anggota geng anak muda dan pecandu narkotika agar bertemu pagi harinya untuk merayakan pesta jalanan. Karyo mengakui tahu soal perintah itu karena salah seorang dari anggota geng tadi memberi tahu dia.*

Kepada Karyo, pemuda itu mengatakan bahwa perintah godfather tidak mungkin ditolak. Pemuda itu diminta mengenakan seragam sekolah, lalu datang ke kawasan Klender untuk memancing perkelahian. Namun, tutur Karyo, pemuda itu pisah dengan kelompoknya sebelum sampai di tujuan.

14 MEI: Sekitar pukul 02.00 dini hari, kata seorang perwira militer, (kala itu) Pangdam Jaya Mayjen Sjafrie Syamsoeddin mengeluarkan instruksi bagi kelompok-kelompok yang ada di jalanan. Sepanjang hari itu, orang-orang di markas Sjafrie mendengar perintah ke mana orang-orang di jalanan itu harus pergi. Akhirnya, frekuensi radio itu berhasil di-jam (dicegat). Padahal, hanya satuan elite Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dan intelijen AD- lah yang bisa melakukannya.

Menurut sumber lain yang juga militer, setelah fajar, gangsters dari Lampung, Sumatera Selatan, dipandu memasuki wilayah ibu kota oleh pasukan Kopassus satuan yang dipimpin Prabowo mulai 1995 sampai Februari lalu. Seorang pegawai sipil di markas militer mengatakan, sepekan sebelum kerusuhan meletus, ratusan pemuda Timtim dibawa dan dilatih oleh Kopassus. Mereka dibawa dengan pesawat carteran dari Dili ke Yogyakarta. Dari Yogyakarta, ratusan pemuda Timtim itu dibawa ke Jakarta dengan kereta api.

Saat dimintai konfirmasi oleh Asiaweek, maskapai yang mengangkut pemuda Timor Timur itu menolak buka suara. Menurut mereka, adalah kebijakan untuk tidak membicarakan penerbangan tersebut.

Pagi-pagi sekali, Karyo menerima telepon dari seorang tak dikenal. Menurut si penelepon, hari itu Jatinegara Plaza di kawasan Jakarta Timur akan dibakar. Saksi mata mengatakan, setelah telepon itu, delapan lelaki tiba di Jatinegara. Seorang di antara mereka berusaha menarik perhatian massa dari kampung sekitar dengan membakar ban mobil. Ketika massa sudah berkumpul, empat dari delapan lelaki tadi mengajak mereka menuju plaza yang sedang melakukan aktivitas bisnis. Mereka merusak, tapi aparat keamanan hanya bisa menatap.

Beberapa jam kemudian, seseorang menembakkan gas air mata di lantai dasar Jatinegara Plaza. Dua saksi mata melihat, saat itu seorang lelaki menyiramkan bensin di pintu masuk, lalu membakarnya. Di lantai tiga, seorang lelaki lain terlihat membakar gulungan kain. Dia lalu meninggalkan tempat itu dengan turun melewati pipa udara. Sebanyak 70 orang, termasuk beberapa pekerja di plaza itu, tewas terbakar. Namun, satuan pemadam kebakaran dan polisi tidak bereaksi.

Bergerak jauh ke arah timur Klender, Yogya Plaza juga diserbu. Saksi mata mengatakan, sekelompok lelaki memimpin massa yang ada di jalanan dan mempersilakan mereka mengambil apa pun yang mereka suka. Sekelompok lelaki penyulut tadi berpotongan rambut cepak, badan tegap, dibungkus jaket hitam. Lelaki-lelaki ini mengaku sebagai mahasiswa.

Setelah beberapa jam menyerbu, merusak, dan menjarah Yogya Plaza, seorang di antara lelaki tadi berteriak kepada para penjarah agar secepatnya keluar dari plaza itu. Lalu, lelaki ini dan tiga rekannya mencelupkan sepotong kain lebar ke dalam bensin, kemudian menyulutnya dengan korek api. Kain yang terbakar itu dilemparkan ke plaza. Lelaki-lelaki berjaket hitam itu pun pergi. Tapi, sekitar 100 orang mati terpanggang.

Di Jakarta Barat, massa berkumpul di Meruya. Mereka sudah mendengar rumor bahwa pasar di wilayah tetangga akan dijadikan abu. Beberapa saat kemudian, kata saksi mata, dua minibus tiba di Meruya. Dua minibus itu mengangkut para lelaki berseragam sekolah. Ada kejanggalan. Lelaki-lelaki berseragam itu sebenarnya sudah tidak tampak sebagai pemuda belasan tahun. Lelaki-lelaki berseragam ini memakai bom molotov untuk menyulut api. Api menjalar. Lelaki-lelaki berseragam itu pun cepat lenyap.




BUKTI PEMERKOSAAN BIADAB ADA DI ASIAWEEKS
Masih pagi hari pada 14 Mei, sekelompok lelaki yang tampak terlalu tua dan terlalu besar untuk mengenakan seragam SMU, mulai memancing keributan dengan berkelahi di jalan raya utama Sunter. Mereka kemudian juga mulai membakar ban-ban. Setidaknya, tiga pengendara sepeda motor terlihat berputar-putar di sekelilingnya. Seolah tampak kebingungan.

Saat itu, Suyitno, penghubung militer-warga, menunjukkan satu arah kepada pengendara sepeda motor tadi. Namun, para pengendara itu malah memacu sepeda motornya menjauh. Sejak kerusuhan meletup, sudah dua hari Suyitno melakukan kontak dengan pos komando militer setempat.

Saat kontak itu, kata Suyitno, seseorang di markas memberi tahu dia, "Bila kamu dilempari batu oleh para perusuh, balaslah dengan senyum". Saya perintahkan kamu hanya tersenyum, cukup itu saja.

Para perwira di wilayah Sunter mengaku juga menerima perintah yang sama dengan Suyitno. Beberapa mengaku sama sekali tidak menerima perintah. Ketika beberapa perwira berinisiatif melapor kepada atasan tentang aksi yang kian meluas, mereka hanya dibalas dengan perintah agar tetap siaga. Menjawab fenomena aneh ini, seorang perwira berkata kepada Suyitno, Saya rasa sama-sama ada ketidakjelasan perintah di Jatinegara dan Klender.

Sementara itu, kata seorang sumber yang dekat dengan (saat itu) Kapolda Mayjen Hamami Nata, beberapa satuan polisi diminta berkumpul di markas, tapi diperintahkan tetap di tempat. Menurut sumber itu, hampir semua polisi di sana tidak ada yang berani meninggalkan tempat karena mereka tidak yakin benar perintah siapa yang akan diikuti. Satuan pemadam kebakaran juga diperintahkan agar tidak bekerja.

Glodok Plaza, kawasan komersial yang berdiri megah di tengah Jakarta itu, akhirnya juga tidak luput dari serangan api dan serbuan batu. Muladi, seorang satpam, menyaksikan sendiri bagaimana aksi perusakan dan penjarahan itu terjadi. Saat itu sekitar pukul 16.00 WIB, Muladi melihat lebih dari 2.000 orang dengan tas-tas penuh batu dan alat pencongkel pintu secara paksa bergerak menuju Glodok.*

Beberapa orang lain membawa bom molotov. Polisi memberikan tembakan ke udara sebagai peringatan, tapi massa tidak menggubris. Polisi kemudian tampak pasrah dan minggir. Glodok Plaza diserbu, dijarah, dan dilumatkan. Orang-orang tampak bersemangat mengusung komputer, kulkas, televisi, dan barang lain dari pusat perbelanjaan elektronik itu. Pesta itu terus berlangsung sebelum api mulai tampak melahap sekitar pukul 19.00 WIB. Tidak tampak seorang pun berusaha memadamkan kobaran api.

Lebih mengerikan dibandingkan dengan perang karena kami tak bisa meminta bala bantuan, kenang Muladi.

Sebelum Glodok Plaza dirajam api, petangnya, si jago merah juga melahap rumah seorang pengusaha keturunan Tionghoa yang ada di wilayah tetangganya. Massa meruak masuk, mengambil barang-barang dari rumah itu. Saat itu, sejumlah personel militer hanya bisa menatap. Sedangkan si pengusaha yang cemas terpaksa tertahan di jalanan. Dia menggigil ketakutan ketika massa berteriak untuk menghancurkan rumahnya.*

Akhirnya, dia pun terpaksa menyusuri tapak jalan dengan berjalan kaki. Baru menjelang tengah malam, dia sampai di kediamannya yang sudah menjadi arang. Dia hanya bisa menatap sisa-sisa miliknya disantap api. Baru pada pagi hari, konglomerat ini bisa memasuki areal rumahnya dengan ditemani dua orang perwira polisi militer. Lantai satu dan dua rumah itu sudah rata dengan tanah.

Dengan perasaan pedih, dia naik ke tangga tiga yang selama itu dijadikan apartemen keluarga. Ternyata, di sana tidak kalah mengenaskan. Perabot mahal yang ada di ruang tamu amblas. Di kamar tidur, di atas ranjang, lelaki pengusaha itu mendapati istrinya sudah tewas terpanggang. Di kolong ranjang, anak gadisnya yang berusia 17 tahun juga sudah menjadi mayat. Sementara itu, kakak wanita gadis itu yang berusia 18 tahun pun sudah tidak bernyawa. Jasadnya ada di lemari pakaian dengan tangan menggengam telepon selular dan Injil.

Menurut Rosita Noer, dokter yang juga aktivis hak asasi manusia, sepanjang hari pada 14 Mei itu, setidaknya, sudah 468 wanita diserang sekelompok lelaki di 15 tempat. Di 10 wilayah, sekelompok wanita juga dikerjai. Umumnya, korban diserang ketika berada di toko, rumah, dan di dalam mobil mereka.*

Spoiler for http://intersections.anu.edu.au/issue4/tay.html:

Yang memilukan, justru pelaku kerap memperlakukan korban secara tidak manusiawi. Mereka menelanjangi, lalu melihat tubuh wanita-wanita korbannya. Beberapa lagi malah memperkosanya. Para pelaku itu memang asing di mata korban, yang umumnya keturunan Tionghoa. Korban lain diperkirakan akibat salah sasaran karena mirip Tionghoa atau bekerja pada keluarga keturunan Tionghoa. Sedikitnya, 20 wanita tewas atau dibunuh setelah diperkosa itu, beberapa lagi nekat bunuh diri.

Menurut penuturan Ita Nadia, Kepala Pusat Studi Wanita Kalyanamitra, telah terjadi 10 lelaki memaksa beberapa wanita masuk ke sebuah rumah. Di sana, mereka mengobrak-abrik isi rumah itu, lalu menelentangkan korbannya. Mereka memperkosa ibu dan anak perempuan di depan ayah dan anak lelakinya. Seorang nenek mengaku melihat kemaluan cucu wanitanya ditusuk dengan botol.

Spoiler for Ita Fatia Nadia:


Di tempat lain, seorang ibu mencoba bunuh diri karena tidak tahan melihat anak gadisnya yang berusia belasan tahun diperkosa di hadapannya. Seorang ayah malah memberi anaknya Baygon untuk memudahkan jalan anak gadisnya itu bunuh diri setelah dia diperkosa. Juga, seorang ibu yang mengidap serangan jantung langsung tewas begitu mendengar anak gadisnya telah diperkosa.*

Di sebuah apartemen berlantai 15 di kawasan Pluit, Jakarta Utara, beberapa kelompok lelaki bergerak secara sistematis menyerang wanita-wanita Cina yang ada di setiap lantai. Aksi ini dimulai pukul 09.00 WIB sampai petang hari. Para lelaki itu bisa bergerak leluasa karena mereka benar-benar sudah menguasai apartemen itu. Diperkirakan, mereka sudah memperkosa lebih dari 40 gadis dan wanita.*

Spoiler for Peta Jalan:



Tiga gadis bersaudara sedang menunggu toko milik keluarga ketika tujuh lelaki berkulit legam dan tegap yang tidak mereka kenal menyerang sekitar pukul 16.00 WIB. Gadis-gadis itu kemudian berhamburan menuju apartemen mereka di lantai tiga. Lelaki-lelaki tersebut memburu dan berhasil menangkap mereka. Dua gadis termuda diperkosa, sedangkan si sulung hanya diberi tahu bahwa dia terlalu tua untuk dimangsa.

Lalu, mereka menyulut lantai dasar apartemen itu dengan api. Dua gadis yang mahkotanya sudah direnggut paksa tadi didorong ke dalam kobaran api dan tewas. Namun, si sulung dapat diselamatkan oleh para tetangga. Tidak berhenti di sini, kekerasan dan pemerkosaan terus menjalar ke segenap wilayah itu. Menjelang pukul 19.00 WIB, sejumlah wanita telah diperkosa dan kawasan itu dibumihanguskan.

Di tiga kawasan pecinan di Jakarta Barat, antara pukul 17.00 hingga 20.00 WIB, sejumlah lelaki menyeret ratusan gadis ke jalanan, menelanjangi, dan memaksa mereka menari bersama massa. Menurut Dokter Noer, 20 orang diperkosa dan beberapa lagi dibakar hidup-hidup. Dokter wanita itu juga mengakui dirinya tengah mempelajari kasus perkosaan enam gadis berusia 14-20 tahun di beberapa wilayah Jakarta. Empat di antara enam gadis itu mengaku telah digilir tujuh lelaki yang tidak mereka kenal. Malah, (maaf) wilayah kelamin gadis-gadis itu mulai vagina sampai anus dirobek hingga menganga.*

Secara fisik memang bisa disembuhkan. Tetapi, peristiwa ini akan menghantui mereka selamanya, tutur Noer.

Jakarta masih mencekam. Pukul 19.30 WIB, Jenderal Wiranto muncul di layar televisi dan mengatakan bahwa aparat keamanan sudah berhasil mengendalikan situasi.

Tetapi, tidak adanya aparat keamanan di jalan-jalan mendorong beberapa kedutaan asing menyerukan perintah evakuasi. Dan, ribuan warga asing dan warga negara Indonesia etnis Tionghoa mulai meninggalkan Jakarta yang membara dan berhias kebrutalan.

Ketika aksi perkosaan dan penjarahan masih berlangsung, Prabowo sedang berada di markas Kostrad. Di sana, menantu Soeharto itu sedang menerima utusan kelompok pemuda dan organisasi muslim. Menurut seseorang yang ada di tempat itu, Prabowo meminta mereka membantu menenangkan situasi dengan memberikan dukungan kepada Sjafrie.

Prabowo memang tegang, kata orang dekatnya, namun tampak masih bisa mengendalikan diri. Mereka memesan makanan dan santap malam bersama. Karena situasi masih kacau, pesanan makanan itu pun harus diambil dengan kendaraan bersenjata.

Sekitar pukul 01.00 WIB (15 Mei), Prabowo mengunjungi Ketua Umum PB NU KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur di kediamannya. Lalu, Prabowo kembali ke markas Kostrad, yang ternyata kemudian hanya memberinya kesempatan bertahan sebagai panglima Kostrad di sana cuma hingga sepekan berikutnya.

Spoiler for Gus Dur:


15-19 MEI: Selama empat hari berikutnya, aksi kekerasan dan berbagai drama pilu itu masih menghantui jalanan. Pukul 04.40 WIB pada 15 Mei, Soeharto tiba dari Kairo, Mesir, dan mendarat di landasan militer Halim di kawasan Jakarta Timur. Konvoi yang terdiri atas 100 kendaraan bersenjata mengawal Soeharto menuju kediamannya di Cendana. Setelah itu, tank-tank Scorpion pertama dan beberapa batalion pasukan bergerak memasuki pusat kota.




LENGSERNYA PRESIDEN RI SUHARTO

Spoiler for Pak Harto Galau:


Jalanan masih dihiasi pecahan kaca, mobil-mobil yang sudah jadi rongsokan arang, televisi yang porak-poranda, dan puing-puing barang yang sebelumnya begitu berharga. Bank, pusat perkantoran, gedung pemerintahan, dan sekolah-sekolah tutup. Hanya bandara internasional yang tetap melaksanakan aktivitas.

Di tengah kebisuan Jakarta itu, satuan pemadam kebakaran mulai beraksi memadamkan toko-toko dan bangunan-bangunan yang masih mengeluarkan asap. Seketika itu pula, mayat-mayat sudah bisa dihitung. Tapi, masih banyak yang belum terbilang. Para ayah sibuk mencari anaknya. Ibu-ibu berbondong ke rumah sakit untuk mengenali jasad-jasad, yang mungkin di antara mereka ada jasad suaminya. Sungguh sayang. Mayat-mayat itu tidak bisa lagi dikenali karena rusak terbakar. Akhirnya, korban-korban aksi kekerasan Mei ini dikubur masal.

Paramedis dari tim relawan untuk kemanusiaan berhasil menolong seorang lelaki yang terluka parah di luar markas militer, di kawasan Jakarta Timur. Lelaki itu kemudian dibawa paramedis tersebut ke posnya. Luka di kepala lelaki itu diobati. Di sana, kata Romo Sandyawan, salah seorang pendiri tim relawan tersebut, bahwa lelaki itu mengakui bahwa dia telah direkrut dan dilatih bagaimana memancing kerusuhan.

Spoiler for Romo Sandyawan:


Menurut lelaki itu, mula-mula dia menerima uang muka 2 dolar AS (perhitungan kurs rupiah saat itu sekitar Rp 35 ribu) dan diangkut ke Jatinegara oleh beberapa lelaki yang sulit dikenali.

Lelaki ini juga berkata, dia direkrut dalam rombongan beranggota delapan orang dari Jawa Barat. Setelah dilatih, dia diberi batu dan bom molotov dari bensin. Menurut dia, dalam rombongan beranggota delapan orang tadi, mungkin dialah satu-satunya yang bertahan hidup akibat kerusuhan.

Romo Sandyawan menuturkan, pemuda dari Jawa Barat itu diasramakan dan dibrifing selama dua pekan di markas militer di pinggiran selatan Jakarta. Romo Sandyawan mengaku percaya pada penuturan pemuda itu, tetapi belum bisa menjamin penuh akurasinya karena pemuda tadi mengalami cedera syaraf.

Eksodus warga asing terus berlangsung. Ribuan WNI keturunan Tionghoa dan warga asing lain bertolak lewat jalur udara. Jalur air juga tak haram, yang penting cepat keluar dari Jakarta. Pukul 05.00 WIB pada 17 Mei, seorang wanita asing dan bayi perempuannya dikawal menuju bandara dengan perlindungan diplomatik.

Di setiap ujung jalan, sopir selalu memberikan sinyal yang sudah disepakati. Dan, serdadu yang bersembunyi di balik barikadenya membiarkan mobil itu lewat. Beberapa orang yakin bahwa pasukan-pasukan itu pasti sudah diberi tahu agar tidak berdiri dan tampak dalam keadaan siaga penuh. Sebab, para komandannya tentu cemas akan terjadi serangan yang mungkin dari pasukan lain.

Pukul 10.00 WIB, pada 17 Mei, Prabowo mengunjungi rumah Hery Hartanto, mahasiswa Trisakti yang gugur ditembak pada aksi demo 12 Mei. Ketika orang tua Hery menatapnya, Prabowo mengangkat Alquran ke atas kepalanya dan bersumpah bahwa dirinya tidak memerintahkan pembunuhan di Trisakti itu. Ayah almarhum Hery, Sjahrir Muljo Utomo, yang juga seorang purnawirawan mengaku tak tahu pasti: percaya atau tidak mempercayai sumpah Prabowo itu.

Ketika warga Jakarta mulai bersih-bersih, sekutu-sekutu Soeharto mulai kelimpungan mencari jalan menyelamatkan muka. Mereka pun berusaha meyakinkan Soeharto agar mundur. Para ketua parlemen (DPR) mulai berani bicara soal penyimpangan penguasa, tetapi meminta Soeharto mundur dengan jalan mereka adalah tidak konstitusional. Hal yang bisa mengancam munculnya konfrontasi antara militer dan parlemen.

Ketika tanda-tanda "pertentangan" itu dicemaskan terjadi, ketegangan muncul juga antara militer dan mahasiswa yang sudah merencanakan menggelar aksi masal sejuta orang pada 20 Mei. Wiranto memantapkan diri mendukung Soeharto. Namun, Wiranto juga meminta Soeharto membentuk kabinet baru dan melaksanakan reformasi.

Sementara itu, mahasiswa yang sudah makin berani setelah melihat Soeharto kian tak berdaya memutuskan siap menggelar aksi ke tempat yang telah memberikan amanah kepada Soeharto itu, apalagi kalau bukan gedung DPR/MPR. Mahasiswa demonstran gelombang pertama tiba diangkut kendaraan militer pada 19 Mei pagi hari. Mereka memakai jaket almamater dan menunjukkan identitas ketika melintasi pintu gerbang gedung wakil rakyat itu.

Pukul 11.00 WIB, tidak seperti biasanya, Soeharto muncul di layar televisi nasional. Membaca naskah, sosok yang sudah 32 tahun memerintah Indonesia itu bersumpah siap meninggalkan kantor sesegera mungkin. Dia juga menjanjikan pemilihan umum baru dengan undang-undang yang baru pula untuk mengisi keanggotaan parlemen. Saat itu pula, Soeharto berjanji bahwa antara dia dan Habibie (saat itu Wapres) tidak akan mencalonkan diri untuk periode jabatan berikutnya.

Untuk mewujudkan semua rencana itu, Soeharto akan membentuk sebuah dewan yang merumuskan arah reformasi politik. Tetapi, mahasiswa yang sudah menduduki parlemen bersumpah tidak akan pergi, kecuali bila Soeharto mau mundur. Malam itu, sekitar 3.000 mahasiswa tetap bertahan di area DPR/MPR. Mereka tidur di tenda-tenda atau di atas tikar plastik. Para penyokong aksi mahasiswa ini, yang umumnya kalangan menengah, memberikan dukungan berupa makanan dan air kemasan.

Spoiler for Mahasiswa Menduduki Gedung DPR/MPR:


Malam itu, menurut orang-orang dekatnya, Habibie menelepon Soeharto. Habibie mengungkapkan kecemasannya bahwa karier politik Pak Harto akan berakhir prematur pada esok hari yang sudah menjelang. Tetapi, Soeharto berjanji akan melaksanakan pemilu daripada menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden seperti Habibie.*

Habibie, kata koleganya, sangat terluka. Dia yakin Soeharto tidak akan lama bertahan. Itulah satu-satunya pilihan saat itu. Sebab, cara-cara lain tampaknya sudah tidak rasional.

Spoiler for B.J Habibie:


20-21 MEI: Beberapa jam menjelang fajar, Jakarta tampak sebagai kota di bawah pendudukan. Ratusan tentara bersenjata senapan laras dan tank-tank ringan serta personel artileri melakukan patroli di ibu kota. Jalan-jalan menuju Monumen Nasional (Monas), tempat yang sudah diplot sebagai venue aksi sejuta massa pada 20 Mei, sudah diblokade dengan kawat berduri dan artileri berat. Tidak ada jalan lain, aksi masal itu pun dibatalkan.

Sore itu, Wiranto menyarankan kepada Soeharto bahwa satu-satunya cara konstitusional transfer kekuasaan adalah menyerahkan jabatan presiden itu kepada Wapres Habibie. Wiranto kemudian mengajukan tiga tuntutan kepada Habibie. Yakni, dia tetap sebagai panglima ABRI, lalu Habibie harus komitmen terhadap reformasi, serta jabatan Prabowo harus diganti.

Tapi, kata sahabat dekatnya, Habibie sudah sekian lama mengenal Prabowo. Mereka berdua tinggal cukup lama di luar negeri. Mereka saling berbagi kepentingan dalam memajukan kepentingan muslim. Pendeknya, satu sama lain saling membutuhkan. Prabowo-lah yang banyak membantu Habibie bersahabat dengan para perwira senior.*

Katakanlah, lanjut sumber tadi, dalam pekan genting itu Prabowo dan Habibie bekerja sama membujuk Soeharto agar mundur. Sebagai imbalan, Habibie siap memberi Prabowo jabatan kepala staf Angkatan Darat (KSAD).

Pukul 09.00 WIB pada 21 Mei, lewat siaran televisi nasional, Soeharto mengumumkan lengser keprabon. Setelah tiga dasawarsa lebih memerintah Indonesia, dia meminta maaf kepada rakyat atas segala kesalahan dan kekurangan. Dan, Habibie tampak ragu-ragu sebelum diambil sumpahnya sebagai presiden ketiga sejak Indonesia merdeka.

Spoiler for Lengsernya Soeharto:


Hampir tengah malam setelah pengunduran Soeharto, Prabowo muncul di Istana Kepresidenan dengan pasukan siap tempur. Berbekal pistol otomatis dan beberapa truk pasukan Kostrad yang sudah menanggalkan tanda resimennya, Prabowo menagih jabatan KSAD yang sudah dijanjikan Habibie.

Saat itulah pengawal Habibie memanggil Wiranto dan Feisal Tanjung, mantan Pangab, ke istana. Feisal mengingatkan Habibie bahwa Prabowo adalah sosok yang terlalu bahaya bila harus memimpin AD. Kepada orang, Habibie kemudian hanya bisa berkata bahwa malam itu dia memang takut akan keselamatan nyawanya.*

Spoiler for Feisal Tanjung:



EPILOG 

EPILOG
________________________________

Habibie mengumumkan kabinetnya di 10:30 pada 22 Mei. Mahasiswa masih menduduki Gedung DPR, menuntut agar ia mengundurkan diri. Beberapa ribu anggota organisasi pemuda Muslim, pendukung Habibie dan dilindungi oleh pasukan Prabowo, tiba di kompleks sore itu. dan dilindungi oleh pasukan Prabowo, tiba di kompleks sore itu. Konfrontasi itu tegang, tapi tidak berubah menjadi liar. Tengah malam, tentara berhasil menguasai kembali Gedung DPR.

Militer mengumumkan pada 6 Juni bahwa mereka memecat dua komandan polisi dari Brimob yang tidak mematuhi perintah dan tidak mengendalikan pasukan mereka di Trisakti. Mereka menghadapi hukuman maksimum 28 bulan penjara. Lima belas tersangka lainnya menunggu pengadilan militer.

Kemudian Kapolri Jenderal Dibyo Widodo, membantah tuduhan pasukannya bertanggung jawab atas kematian empat siswa. Dia mengatakan pada 7 Juni: "Kami telah memeriksa dengan setiap perwira yang ditugaskan di sana dan memastikan bahwa tidak ada anggota kami menggunakan peluru tajam."

Spoiler for Kapolri Jenderal Dibyo Widodo:



Pada tanggal 24 Juni Wiranto memindahkannya, bersama dengan komandan militer, menyebutnya sebagai rotasi rutin. Orang dalam kepolisian mengatakan Kapolri kehilangan jabatannya karena ia menolak dituduh bertanggung jawab atas penembakan Tri Sakti. Setelah bertemu dengan empat orang tua mahasiswa Trisakti yang ditembak tsb selama 30 menit tanggal 22 Juni, Habibie menyebut almarhum sebagai "pahlawan reformasi."

Di Mabes Polri, tiga mahasiswa Trisakti dan sekuriti resmi menjaga peluru yang diambil dari tubuh Hery Hartanto tanggal 7 Juni. Saat peluru diambil dari kotak besi untuk tes, tim merekam video, dan memberi tanda-tanda untuk memastikan peluru tersebut tidak ditukar kelak. Polisi berjanji untuk tidak membuka kotak besi tanpa perwakilan universitas di sana.

Secara teoritis memang mungkin untuk mengidentifikasi senapan yang digunakan saat menembakkan peluru yang menewaskan Hartanto.
Tapi dalam prakteknya mungkin tidak. Militer Indonesia memiliki lebih dari 2.000 senapan Steyr (senjata yang telah digunakan dalam pembunuhan) dan Militer menolak penyelidikan terbuka. Lagi pula sangat mungkin untuk membeli Steyrs di pasar gelap.

Pihak berwenang telah menyita 21 senjata dari petugas yang bertugas tanggal 12 Mei tetapi belum menyerahkannya kepada penyidik.

Adnan Buyung Nasution, pengacara ternama dan seorang aktivis hak asasi manusia terkemuka, mengatakan: "Terlalu dini untuk membuat kesimpulan tentang siapa yang bertanggung jawab, dan militer telah berusaha membatasi penyelidikan." Dia mengatakan, berulang kali, bahwa persidangan telah "direkayasa."

Hakim militer erat mempertanyakan kesaksian terdakwa, tapi saksi untuk penuntut jarang dilakukan. Ketidaksenangan hakim militer thd Buyung jelas.
Ada kejadian dimana keduanya berteriak satu sama lain di pengadilan, memaksa penjaga keamanan di sekitar ruangan ikut melerai. Dan lebih dari sekali hakim mengancam akan mengusir Buyung dari persidangan.

Pada tanggal 28 Mei, saat Prabowo ditugaskan sebagai pimpinan sekolah tentara di Bandung, ia mengatakan tuduhan laporan bahwa ia mencoba kudeta itu adalah "sampah, sampah, sampah."

Tetapi seorang perwira senior militer mengatakan Suharto menolak untuk berbicara dengan Prabowo, bahkan ketika Prabowo mengunjungi ayah mertuanya pada tanggal 8 Juni, ulang tahun ke-77 Soeharto.

Syafrie mengaku pada 13 Juni bahwa di Jakarta, beberapa kerusuhan itu "secara sporadis diorganisir" oleh kelompok.

Syafrie, sebagai komandan militer di Jakarta saat kerusuhan, yang juga sekutu Prabowo, dipindahkan 24 Juni, setelah menjabat selama delapan bulan.

Kepolisian Jakarta telah memanggil mantan narapidana dan preman Tionghoa yang beralih menjadi pendakwah Islam untuk ditanyai tentang perannya dalam kerusuhan itu.

Spoiler for Anton Medan:



Anton Medan berada di jalanan Jakarta 14 Mei, dia mengatakan ada di jalan untuk mencegah orang berbuat kekerasan, katanya. Sebuah sumber yang dekat dengan militer yakin Anton pernah ditawari uang untuk mengirim pengikutnya untuk membuat rusuh, tapi ia menolak.

Sebab itu, menurut sumber tsb, itulah mengapa seseorang mengkambing hitamkan Anton Medan kepada pihak berwenang. Sejauh ini, dia adalah satu-satunya tersangka yang diserahkan pihak militer.


Angkatan bersenjata melakukan investigasi sendiri dan mengatakan tidak menemukan bukti perkosaan dan tidak ada korban pemerkosaan yang muncul menjadi saksi.

Menteri Negara Urusan Wanita Tutty Alawiyah juga pada awalnya membantah bahwa perempuan diperkosa saat kerusuhan.

Spoiler for TUTTY ALAWIYAH:


Tapi pada tanggal 8 Juli ia membentuk tim wanita untuk membantu korban yang dilecehkan.

Clementino dos Reis Amaral, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, tanggal 9 Juli memperingatkan adanya upaya menutup kasus ini dan beberapa korban pemerkosaan telah diperingatkan untuk tutup mulut.

Spoiler for Clementino dos Reis Amaral:


Komisi itu telah menyerukan penyelidikan independen atas kerusuhan penembakan dan pemerkosaan dan permintaan maaf resmi dari pemerintah.

Pada tanggal 13 Juli, Habibie membentuk tim untuk menyelidiki kerusuhan, yang termasuk Wiranto, Jaksa Agung dan , foreign and justice ministers .

Keesokan harinya, Kepala Kepolisian Militer Mayjen. Syamsu Djalal mengatakan tujuh tentara Kopassus telah ditangkap atas penculikan aktivis prodemokrasi diculik awal tahun ini.

Spoiler for Kepala Kepolisian Militer Mayjen. Syamsu Djalal :


Pada tanggal 15 Juli Habibie mengutuk kekerasan Mei.

Sebuah sumber yang dekat dengan militer mengatakan bahwa, pada awal Juli, 74 prajurit Kopassus menghilang dari barak mereka.

Sumber tersebut yakin 74 prajurit tsb berada di jalanan Jakarta, mengumpulkan informasi dan menutupi jejak mereka.

Dua aktivis hak asasi manusia, Pastor Sandyawan dan Ita Nadia, telah diperingatkan (dengan ancaman granat hidup) untuk mengakhiri penyelidikan mereka ke dalam kerusuhan dan perkosaan.

T A M A T 
REPORTASE DARI ASIAWEEKS



(INPRES) NOMOR 26 TAHUN 1998 (26/1998) : PENGHAPUSAN ISTILAH PRIBUMI DAN NON-PRIBUMI

Spoiler for INPRES 26/1998:
INPRES 26/1998, MENGHENTIKAN PENGGUNAAN ISTILAH PRIBUMI DAN NON PRIBUMI

*52155 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES)
NOMOR 26 TAHUN 1998 (26/1998)
TENTANG
MENGHENTIKAN PENGGUNAAN ISTILAH PRIBUMI DAN NON PRIBUMI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:
bahwa untuk lebih meningkatkan perwujudan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan, hak dan kewajiban warga negara, dan perlindungan hak asasi manusia, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, dipandang perlu memberi arahan bagi upaya pelaksanaannya;

Mengingat:
Pasal 4 ayat (1), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945;

MENGINSTRUKSIKAN:

Kepada:
1. Para Menteri;
2. Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
3. Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
4. Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II;

Untuk:

PERTAMA:
Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.

KEDUA:
Memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia dalam penyelenggaraan layanan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat serta tingkatan kepada warga negara Indonesia baik atas dasar suku, agama, ras maupun asal usul dalam penyelenggaraan layanan tersebut.

KETIGA:
Meninjau kembali dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang undangan, kebijakan, program dan kegiatan yang selama ini telah ditetapkan dan dilaksanakan, termasuk antara lain dalam pemberian layanan perizinan usaha, keuangan/perbankan, kependudukan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan penentuan gaji atau penghasilan dan hak hak pekerja lainnya, sesuai dengan Instruksi Presiden ini.

KEEMPAT:
Para Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat *52156 II melakukan pembinaan dalam sektor dan wilayah masing masing terhadap pelaksanaan Instruksi Presiden ini di kalangan dunia usaha dan masyarakat yang menyelenggarakan kegiatas atas dasar perizinan yang diberikan atas dasar kewenangan yang dimilikinya.

KELIMA:
Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan mengkoordinasi pelaksanaan instruksi ini dikalangan para Menteri dan pejabat pejabat lainnya yang disebut dalam Instruksi Presiden ini.

Instruksi Presiden ini mulai berlaku sejak tanggal dikeluarkan.

Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal 16 September 1998
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE


 Ada Apa Dengan Pertemuan Makostrad?

Ada Apa Dengan Pertemuan Makostrad?
by Hanibal Wijayanta (Wartawan) on Facebook
Friday, May 13, 2011 at 4:19pm ·

Spoiler for Ada Apa Dengan Pertemuan Makostrad?:

Berikut ini adalah tulisan saya 13 tahun yang lalu, tentang pertemuan Makostrad yang kemudian dituding oleh berbagai aktifis HAM sebagai pertemuan yang merancang kerusuhan di Jakarta... Kebetulan saat itu saya ditemani Kang Riza Sofyat --kami masih di majalah Forum Keadilan saat itu -- termasuk yang datang ke tempat itu dan bertemu dengan para tokoh yang hadir... Dari situlah saya yakin bahwa tidak benar dalam pertemuan itu mereka merancang kerusuhan di Jakarta...

Ada Apa Dengan Pertemuan Makostrad?

Jalan Merdeka Timur, 14 Mei, selepas maghrib. Hanya satu dua mobil melintasi jalan di jantung ibu kota itu. Suasana lengang namun tegang. Maklum, api kerusuhan sejak sehari sebelumnya telah membakar sebagian wilayah Jakarta. Beberapa orang prajurit menyandang senapan M-16 tampak berseliweran antara ujung stasiun Gambir hingga ujung jalan menuju masjid Istiqlal.

Ketegangan pun membayangi Markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Makostrad). Belasan panser tampak memenuhi halaman --yang tak seperti biasanya-- dalam keadaan gelap gulita itu. Di Markas Komando Staf Komandan Garnisun (Makoskogar) Ibukota keadaan pun serupa. Hening.

Sebuah panser tiba-tiba masuk ke halaman Makoskogar. Beberapa orang penumpang turun dan melangkah menuju Kostrad lewat jalan tembus penghubung Makoskogar dengan Makostrad. Beberapa waktu sebelumnya, dari pintu belakang Makostrad masuk pula beberapa mobil tipe station wagon dan sedan. Malam itu Makostrad memang kedatangan beberapa orang tamu.

Salah satu tamu malam itu adalah pengusaha Setiawan Djody. Sekembalinya dari Ujungpandang, Djody dihubungi penyair WS Rendra. Ia diminta untuk mengatur pertemuan dengan Pangkostrad Letjen TNI Prabowo Subianto. "Saya diminta Buyung Nasution," ujar Rendra. Saat itu Djodi langsung mengontak pengusaha Fahmi Idris. "Dari dia, saya dapat kabar bahwa habis maghrib bisa bertemu Prabowo." kata Djody.

Bersama Rendra, Djody berangkat ke Makostrad petang itu, sampai di sana pukul 18.00 WIB. Waktu itu Prabowo belum tiba. Ia bersama Pangdam dan beberapa perwira tinggi sedang keliling kota dengan beberapa panser. Namun Buyung sudah datang bersama Ketua YLBHI Bambang Widjojanto, pengacara Hotma Sitompul dan Ruhut Sitompul serta mantan ketua Walhi Zulkarnain.

Ada pula pengusaha Hashim Djojohadikusumo, anggota DPP Golkar Din Samsuddin, Fahmi Idris, pengusaha Maher Algadrie dan Farid Prawiranegara, Direktur Institut for Policy Studies (IPS) Fadli Zon, ketua MUI H Amidhan dan Mahyudin Nawawi, Ketua Pemuda Ansor Iqbal Assegaf dan Ketua Pemuda Muhammadiyah Hajrianto Tohari. Adapula Staf Ahli Pangab Brigjen TNI Adityawarman Toha.

Hashim tiba di Makostrad pukul 17.30 WIB. "Saya sebagai adik kandung Pangkostrad ingin mencari tahu keadaan keamanan Ibukota yang sudah sangat mencekam," ujarnya. Para tokoh Islam juga beralasan ingin menanyakan sebab kerusuhan. Hashim pun sempat menanyakan tujuan kedatangan Buyung dan kawan-kawan. "Ya, mau ketemu kakakmu, Pangkostrad." ujar Buyung.

Sekitar pukul 19.00, Prabowo datang bersama Kaskostrad Mayjen TNI Kivlan Zein dan Danjen Kopassus Mayjen TNI Muchdi PR. Pangdam Jaya Mayjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin datang sebentar kemudian pergi lagi. Pertemuan dilakukan, namun Din, Iqbal, Hajriyanto, H Amidan dan Mahyuddin menunggu di luar. "Kami sempat kesal karena mereka datang kemudian tapi diterima lebih awal," ujar Din.

"Apa yang bisa saya bantu," ujar Prabowo membuka pertemuan. Lalu Buyung menanyakan beberapa masalah. Djody mengaku sempat khawatir Prabowo marah, karena Buyung bertanya dengan keras soal keterlibatan Prabowo dalam penembakan mahasiswa dan kerusuhan di Ibukota, tuntutan mundur Presiden Soeharto dan soal isu friksi Prabowo-Wiranto. "Tapi kekhawatiran saya tak terbukti," ujar Djodi.

Dengan tegas Prabowo membantah isu friksi itu. "Wiranto itu bos saya, masa saya menentang dia," ujarnya. Ia pun membantah isu keterlibatannya dalam penembakan mahasiswa Trisakti. "Saya berani bersumpah dengan Al Qur'an bahwa saya tak pernah memerintahkan penembakan itu," ujarnya. Sementara soal tuntutan agar Soeharto lengser, Prabowo tak membantah. "Kalau memang rakyat menghendaki, Pak Harto pasti tak akan mempertahankan kekuasaannya dengan kekuatan senjata," katanya.

Pertemuan berakhir sekitar pukul 20.30. Ketika itu ajudan Prabowo, Mayor M Fuad Basya mengatakan, "Rombongan ke dua..." Inilah yang didengar Fahmi Idris yang kemudian terungkap dalam testimoni TGPF. Saat itu Amidhan cs sempat masuk ke dalam ruangan, namun karena keterbatasan waktu Pangkostrad, mereka akhirnya hanya ngobrol sambil berjalan ke ruang makan bersama Buyung cs. Ketika Amidhan menanyakan siapa dalang kerusuhan, Prabowo hanya berkata, "Kiri."

Sesudah makan malam, para tamu pulang rombongan per rombongan, mulai dari Buyung, Djody, Rendra dan kawan-kawan, kemudian Fahmi Idris, lalu Amidhan dan Mahyuding, dan terakhir Din, Fadli, dan kawan-kawan dalam dua mobil panther. Iqbal tetap di Makostrad karena hendak mengantar Prabowo ke rumah Gus Dur. Sementara Prabowo, Kivlan dan Muchdi mengikuti brieffing Pangab di Makoskogar.

Brieffing berakhir lewat tengah malam. Lalu dengan mengendarai panser, Prabowo berangkat dari Makostrad ke rumah Gus Dur diantar Iqbal Assegaf.

Debu-debu pun berhamburan.

Hanibal W Y Wijayanta

Orang2 berseragam memperkosa gadis2 Tionghoa

Copyright A9 Frankfurter Rundschau 1998

Dokumen disiapkan pada 11.06.1998 jam .45

Tanggal penyiaran 12.06.1998

Spoiler for Orang2 berseragam memperkosa gadis2 China:
Organisasi2 Wanita mendokumentasikan penganiayaan seksual

selama kerusuhan di Indonesia / ABRI menjanjikan penyelidikan .

Oleh Juergen Dauth (Singapura)

Para pengamat hak azasi manusia dan organisasi2 wanita di Indonesia

sudah mulai mendokumentasi kasus2 pemerkosaan selama kerusuhan

yang mengakibatkan kejatuhan Suharto. "Kerusuhan itu direncanakan,

dikendalikan, dan disengaja", demikian kata pekerja sosial Sita Kayam

dengan marah. Ia adalah seorang rekan kerja sebuah oraganisasi

wanita di Jakarta. Ratusan wanita telah diperkosa selama kerusuhan

sekejap yang melanda ibukota, juga di kota2 provinsi.

Menurut dokumentasi, korban2 yang mayoritas adalah etnis China

itu mengatakan bahwa pemerkosa2 itu kebanyakan mengenakan

seragam. "Para pemerkosa itu mengatakan, 'Sekarang giliran kamu,

karena kamu China dan bukan Muslim' ", demikian kata seorang

korban menurut psikolog Yayasan Kalyana Mitra.

Segala bentuk kekerasan seksual yang selama ini hanya kita bisa

bayangkan, kini benar2 terjadi, kata Sita Kayam. "Dan kami jadi

yakin kalau ini semua bukan kebetulan. Semua kegiatan mempermalukan

perempuan ini direncanakan dan diorganisasi dengan sekasama."

Ratusan korban telah mengadu ke organisasi2 wanita.

"Rumah saya terbakar, " cerita Helen Chang dengan ragu2. "Kami

menyelamatkan diri ke halaman. Saat itu datang beberapa laki2. Mereka

mengenakan kaos dan celana seragam. Mereka membanting saya ke tanah

lalu mereka satu per satu memperkosa saya." Kemudian, kata ibu berusia

44 tahun ini, tanpa daya ia harus melihat bagaimana ketiga anak

perempuannya diperkosa.

Para perkerja sosial di klinik2 psikologi dan organisasi2 wanita

bersama2 mendapatkan gambaran yang cukup serupa. Kebanyakan

korban, 98% adalah etnis China, diperkosa antara 13 - 15 Mei

juga 18 - 19 Mei. Para pelaku, menurut laporan, berpotongan

rambut ala militer dan mengenakan bagian2 dari pakaian seragam militer.

Mereka selalu muncul dalam bentuk kelompok2. Jumlah perkosaan di

kota2 di luar Jakarta baru pada saat itu meningkat.

Para psikolog di pusat2 pertolongan untuk korban perkosaan

berusaha susah payah agar para korban yang trauma mau

berbicara. "Kebanyakan wanita2 dan gadis2 mengalami perlakuan

yang terlalu kasar dan mereka takut para pelaku membalas dendam."

kata Rita Kolibonso dari organisasi wanita Mitra Perempuan.

Di antara korban terdapat yang berusia 13 tahun dan 72 tahun.

Komandan Polisi Jakarta Pusat, Lettu Iman Haryatnam telah meminta

pada para korban kekerasan seksual ini untuk melapor. Panglima

ABRI, Jendral Wiranto menjanjikan suatu penyelidikan dengan cara

mengajukan rencana pembuatan pos2. Para pemerkosa tampaknya

tahu bahwa suatu penyelidikan tengah dimulai. Romo Sandyawan

dari badan sosial katholik di Jakarta mendapat kiriman pos sebuah

granat tangan dan tulisan agar ia menghentikan kegiatan dokumentasi.

Organisasi2 hak azasi manusia mendapat peringatan melalui telepon:

"Kami sudah mengirimi Sandyawan sebuah granat. Kamu mau lebih

banyak?"

Sandyawan sudah mempublikasikan data di antaranya, wanita2 yang

diperkosa lalu dilemparkan ke dalam bangunan yang tengah dilalap

api. Albert Hasibuan, anggota Komnas HAM bersumpah akan mengusut

pelanggaran berat HAM ini sampai tuntas. "Kami tidak bisa membiarkan

kejahatan ini tidak mendapat hukuman, bahwa kita manusia karena motif

politik jadi bertingkah laku lebih rendah dari binatang."

S U M B E R


Tidak ada komentar:

Posting Komentar